Akhir-akhir ini sedang mengikuti Marchella FP. Terakhir nonton tentang presentasi dia di Bukalapak, aku setuju kalau emosi itu harus dituliskan. Aku udah melakukan itu dari lama. Bisa dilihat sendiri blog ini tulisannya banyak banget. Banyak yang ga jelas juga. Masih ada buku-buku juga yang isinya adalah tulisan-tulisanku tentang perasaanku. Ada di Handphone juga tentang perasaan-perasaan itu. Aku bersyukur aku orangnya masih suka nulisin, karena dengan begitu aku jadi inget dulu aku kayak gimana, karena emang aku orangnya ga peka banget. Butuh disentil dulu baru ngeh (jelek sih ini. Gimana ya ngerubahnya? Duh!)
Nah ini adalah salah satu draft tulisan aku tentang orang yang aku sayang, yang aku tulis di Google Keep hape ku. Aku tulis draft ini tanggal 7 Agustus. Ada banyak banget tulisan-tulisan yang lain. Kalau aku mati, salah satu warisan buat anakku pasti adalah tulisanku sendiri deh wkwkwkw.
Nih yaaa.
Sering pagi-pagi kalau aku berangkat kerja, ga ada hal lain yang aku pikirin selain si orang kesayangan ini. Telat banget ya aku. Menyadari semuanya setelah sudah kandas (???) Yang selama ini aku pikir dia ga perhatian sama aku tuh salah. Yang selama ini aku pikir dia itu egois ternyata malah aku yang egois. Yang selama ini aku pikir dia suka ga peduli sama aku tuh malah justru aku yang sering ga peduli sama dia.
Makin sering makin merenung justru semakin sering menyalahkan diri sendiri: kemana aja aku selama ini? Kenapa mataku begitu buta, hatiku tidak peka. Padahal waktunya sudah dalam ukuran “tahun”. Kurang lebih 2 tahun aku pacaran sama dia, tapi tidak terlihat tanda-tanda aku memahami dan mengerti dia. Yang ada aku justru banyak menuntut sana-sini, mempermasalahkan hal yang sama setiap marah-marahan. Bukan diselesaikan, tetapi hanya dipendam, dikubur, seolah-olah nanti akan selesai dengan sendirinya. Ya. Yang namanya penyesalan itu selalu datang terakhir.
Aku jadi inget sama story-nya temenku namanya Imel. Dia belajar dari Yesuit punya ajaran. Kalau kita dalam situasi terdesak, dalam situasi sulit, pikiran tidak jernih, kita tidak boleh ambil keputusan. Nah, nampaknya aku justru sering mengambil keputusan diwaktu aku sedang putus asa, sedang sedih. Aku melakukan hal-hal yang buruk. Dan akhirnya semua itu salah. Imbasnya adalah penyesalan. Sebaiknya memang kalau lagi dalam situasi yang tidak bagus harus banyak-banyak tanya aja, dengerin, tapi jangan buat keputusan apa-apa. Nanti nyesel.
Dah. Sekian
Bekasi
11 Agustus 2019